Depok | LintasUpdate – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Seorang guru di SMP Negeri 3 Depok, berinisial I, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap empat siswi di sekolah tersebut. Kasus ini mencuat ke publik setelah diunggah oleh Sarah Prasiska (21), pelatih ekstrakurikuler di sekolah itu, melalui akun Instagram pribadinya.
Empat siswi yang menjadi korban berinisial V (kelas 7), A (kelas 8), S (kelas 8), dan F (kelas 7). Dugaan pelecehan meliputi ucapan bernada seksual serta sentuhan tidak senonoh pada bagian tubuh tertentu. Salah satu korban bahkan memiliki rekaman suara sebagai bukti komunikasi tidak pantas yang diduga dilakukan oleh pelaku.
Upaya melapor sudah dilakukan. Pada bulan Ramadan 2025, korban V bersama orang tuanya mendatangi kepala sekolah. Namun, bukannya mendapat dukungan, mereka justru disebut-sebut mendapat respons yang menyudutkan. Kepala sekolah meragukan laporan tersebut dengan dalih bahwa pelaku “tidak mungkin” melakukan tindakan tercela karena statusnya sebagai guru tetap. Sekolah juga diduga meminta agar kasus ini tidak disebarluaskan.
Lebih dari itu, muncul indikasi pembungkaman. Dalam sebuah rekaman, terdengar suara seorang guru yang tidak dikenal mengancam siswa kelas 9 agar tidak ikut bersuara, dengan menyebut potensi dampak pada nilai kelulusan mereka.
Hingga saat ini, belum ada tindakan tegas dari pihak sekolah terhadap guru terduga pelaku. Sementara itu, unggahan Sarah Prasiska telah viral di media sosial, dengan lebih dari 20.200 likes dan 13.000 kali dibagikan di Instagram. Seperti dikutip dari laman resmi Racikan.id.
Secara hukum, tindakan tersebut dapat dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Undang-Undang Perlindungan Anak yang mengancam hukuman 5 hingga 15 tahun penjara, serta Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Undang-Undang Guru dan Dosen yang mengatur kode etik pendidik. Konstitusi menjamin hak anak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk di lingkungan sekolah.
Desakan publik menguat. Masyarakat meminta pihak sekolah segera bertindak dan tidak lagi melindungi pelaku. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta kepolisian didesak segera turun tangan melakukan investigasi. Selain itu, korban membutuhkan perlindungan hukum dan pendampingan psikologis, sementara Pemerintah Kota Depok diharapkan mengambil peran aktif dalam penyelesaian kasus ini.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pendidikan maupun otoritas terkait lainnya. Kasus ini masih terus berkembang, dan publik menanti langkah hukum yang tegas. (Red)