Depok | LintasUpdate – Peristiwa Penolakan pembangunan rumah ibadah kembali terjadi. Ratusan warga menggelar aksi unjuk rasa menolak pembangunan Gereja Batak Kristen Protestan (GBKP) kelurahan kalibaru, Kecamatan cilodong Kota Depok. Peristiwa ini ditengarai dengan dalih kurangnya sosialisasi dari gereja sebelum pembangunan gereja
Penolakan pembangunan gereja di depok mencerminkan dinamika kompleks toleransi beragama di Indonesia. Dalam konteks beragama, idealnya semua umat beragama harus mampu menerima setiap perbedaan yang terdapat diluar agamanya.
Dilain tempat Riduan Koordinator Wilayah III Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ( PP GMKI) dalam keterangannya mengatakan Penolakan pembangunan rumah ibadah didepok tidak terlepas dari kekhawatiran kristenisasi, menguatnya sikap diskriminatif dan memudarnya toleransi umat beragama.
” Negara menjamin kebebasan umat beragama sebagaimana termaktub dalam Konstitusi kita namun pendirian gereja sering kali dibenturkan dengan peraturan usang PBM 2006 yang cenderung diskriminatif dan tidak memihak hak konstitusional warga negara. FKUB alih-alih menjadi mediator dalam suatu konflik agama khususnya permasalahan rumah beribadah justru seringkali terjebak menjadi salah satu pihak yang berkonflik” Ucap Riduan
Perlindungan dan pemenuhan hak atas kebebasan beragama akan terus mengalami permasalahan apabila PBM 2006 tidak dicabut. PBM mengandung banyak persoalan, Pemerintah menjadi aktor atas kebijakan- kebijakan diskriminatif terhadap kebebasan umat beragama Pemerintah berkewajiban memfasilitasi perijinan pendirian rumah ibadah dan memberikan upaya konkrit untuk membantu terealisasinya kebutuhan rumah beribadah bukan justru sebagai tembok penghalang pendirian rumah ibadah dengan alasan yang administratif.
Kami mendorong pemerintah untuk segera mencabut PBM 2006, Penolakan pendirian rumah ibadah akan tetap berlangsung selama PBM 2006 tidak segera diganti. Dalam PBM 2006 tidak ada hukum yang mengatur orang-orang yang menolak dengan alasan yang tidak jelas. Tegas Riduan.
Kesadaran Pemerintah Daerah mengenai kewajibannya untuk memenuhi hak beragama serta toleransi warga negara menjadi sangat signifikan dalam pendirian suatu rumah ibadah. Negara harus adil dan tidak memihak satu kelompok saja.
Pemerintah daerah cenderung membuat kebijakan yang melampaui substansi atau bahkan bertentangan dengan PBM 2006. Hal ini tidak terlepas dari politik di daerah yang menggunakan sentimen sektarianisme dan berbasis identitas keagamaan atau tunduknya pemerintah daerah terhadap tekanan publik tertentu.
PBM 2006 lebih mengarah kepada pembatasan dan potensial diskriminatif karena berkaitan dengan syarat-syarat yang bersifat subjektif terutama persetujuan penduduk sekitar, artinya hak beribadah setiap orang akan bergantung pada persetujuan orang atau penganut agama lain serta rekomendasi dari pihak lain.
Dalam dua bulan terakhir Jawa Barat digegerkan dengan peristiwa intoleransi umat beragama, seperti Pembubaran Paksa ibadah Retret Pelajar di Cidahu Sukabumi dan terbaru Penolakan Pembangunan Gereja di Depok. Peristiwa ini mencerminkan bahwa Intoleransi masih mengakar kuat dan menjadi alarm bahaya bagi provinsi Jawa Barat.
GMKI memastikan akan mengawal penuh proses hukum kejadian perusakan fasilitas rumah serta simbol” keagamaan di Cidahu Sukabumi dan Penolakan Pembangunan Gereja di kelurahan kalibaru, Cilodong Kota Depok.
Negara tidak boleh tunduk terhadap kelompok intoleran. Tindak tegas semua pihak yang mencoba menggangu kerukunan umat beragama. Negara dalam hal ini pemerintah Jawa Barat harus hadir menjamin hak dan kemerdekaan beribadah.
Mari kita jaga kerukunan umat beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat beragama untuk terciptanya kehidupan beragama yang rukun dan harmonis” tutup Riduan.(Red)