Bogor | LintasUpdate – Sindikat penyuntikan gas subsidi diduga marak terjadi di Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Salah satu lokasi utama kegiatan ini berada di Jalan Rajawali.
Tim awak media kembali menelusuri lokasi penyuntikan gas yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya di Jalan Garuda. Pada Jumat (31/1/2025), tim menemukan kegiatan penyuntikan gas berlangsung secara terbuka dan terang-terangan. Terpantau, 11 armada bermuatan gas 3 kg subsidi tampak mengantre untuk menunggu giliran.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi, seseorang di lokasi melarang pengambilan gambar. “Jangan foto-foto, jangan ambil gambar. Ngobrolnya di warung saja,” ujar salah satu pekerja. Ia juga menyebut bahwa kegiatan tersebut dimiliki oleh seorang bos bernama Hutabarat.
Tak lama kemudian, di sebuah warung dekat lokasi, seorang pria yang mengaku bernama Hutabarat membenarkan bahwa ia menjalankan bisnis tersebut. “Ya, saya Hutabarat. Jangan hanya saya yang disorot, masih banyak yang lain di sini. Tapi memang, yang besar di sini hanya saya, yang lain hanya usaha kecil-kecilan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menawarkan agar awak media ikut serta dalam bisnis tersebut. “Mending bantu saya cari gas 3 kg saja, nanti bisa dapat uang tiap hari. Kami menerima ‘melon’ (gas 3 kg) seharga Rp21.000 per tabung langsung di tempat. Untuk distribusi di jalan, itu tanggung jawab saya. Yang penting masuk Kabupaten Bogor, itu urusan saya,” ungkapnya.
Kegiatan ini jelas merugikan negara dan bertentangan dengan kebijakan subsidi pemerintah yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang berhak.
Mengacu pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Selain itu, Pasal 62 junto Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengancam pelaku dengan hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Sampai berita ini diterbitkan, tim awak media masih berupaya mendapatkan klarifikasi dari pihak berwenang terkait kasus ini. (Rafi/Jainal Arifin)