back to top
Jumat, Juni 20, 2025

Peremajaan Pabrik Pupuk Mendesak, Pemerintah Diminta Evaluasi Skema Subsidi

JAKARTA – LintasUpdate – Pemerintah didesak segera melakukan peremajaan sejumlah pabrik pupuk guna menekan biaya produksi pupuk bersubsidi di Indonesia.

Desakan ini disampaikan oleh peneliti Lembaga Kajian Geopolitik dan Bisnis (LKGB), Ferdiansyah, menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait inefisiensi belanja pupuk bersubsidi sebesar Rp 2,92 triliun dalam periode 2020–2022.

Menurut Ferdiansyah, tingginya biaya produksi menjadi akar persoalan, yang disebabkan oleh kebijakan subsidi pupuk berbasis Harga Pokok Produksi (HPP) plus margin yang diberlakukan sejak 2003.

“Dengan kebijakan ini, pemerintah menentukan harga pupuk subsidi berdasarkan HPP ditambah margin tertentu agar produsen tetap bisa beroperasi,” jelas Ferdiansyah dalam keterangan resminya, Minggu (8/6/2025).

Namun, lanjut dia, skema tersebut membuat tingkat pengembalian investasi (IRR) pabrik pupuk di Indonesia berada di bawah lima persen, sehingga tidak menarik bagi investor untuk membangun pabrik secara komersial.

“Dengan IRR yang rendah, perusahaan enggan berinvestasi karena keuntungan tidak sebanding dengan risiko dan biaya yang harus ditanggung,” ujarnya.

Kondisi ini, tambah Ferdiansyah, menyebabkan proses peremajaan pabrik pupuk berjalan lamban. Sejak 2003, hanya satu proyek peremajaan yang terlaksana.

Saat ini, dari 30 pabrik pupuk berbasis nitrogen (N-based) di Indonesia, sebanyak 24 di antaranya telah beroperasi lebih dari 20 tahun. “Pabrik tua cenderung memiliki efisiensi rendah dan konsumsi energi tinggi. Ironisnya, 72 persen kapasitas produksi urea nasional berasal dari pabrik-pabrik ini,” ungkapnya.

Ferdiansyah menambahkan, berdasarkan standar global, hanya dua pabrik pupuk di Indonesia yang masuk kategori efisien. Oleh karena itu, ia menilai peremajaan pabrik merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.

Ia juga mendorong perubahan skema subsidi pupuk, dengan mengacu pada skema subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang menggunakan harga keekonomian dan acuan pasar (MOPS).

“Kini saatnya mengevaluasi kebijakan yang sudah diterapkan lebih dari 20 tahun. Tanpa perubahan skema, peremajaan akan sulit terwujud dan efisiensi tak kunjung meningkat,” pungkasnya.(Heru)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

Enable Notifications OK No thanks