Jakarta | LintasUpdate – Penetapan Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menuai kritik tajam dari kalangan praktisi hukum. Advokat senior Stefanus Gunawan, SH, M.Hum menilai langkah tersebut mengabaikan mekanisme etik Dewan Pers dan berpotensi menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indonesia.
“Ini sangat berbahaya. Tanpa melalui mekanisme etik di Dewan Pers, wartawan langsung dijadikan tersangka. Ini bisa membuka ruang kriminalisasi terhadap insan pers,” ujar Stefanus. Jumat 25 April 2025.
Tian Bahtiar dijerat Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), terkait dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi yang ditangani Kejagung. Kasus tersebut mencakup isu dugaan korupsi di Pertamina, komoditas timah, minyak goreng, serta impor gula, yang menyeret mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Lembong.
Kejagung menilai pemberitaan JAKTV menyudutkan institusinya dan dianggap menghalangi proses hukum. Namun, Stefanus mempertanyakan dasar penetapan tersangka terhadap seorang jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistik.
“UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kemerdekaan pers, termasuk haknya melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Tidak boleh ada pembungkaman hanya karena sebuah berita dinilai mengganggu,” tegasnya.
Stefanus yang juga Ketua DPC Peradi SAI Jakarta Barat menekankan bahwa penilaian terhadap konten jurnalistik harus dilakukan oleh Dewan Pers, bukan aparat penegak hukum secara langsung. Jika ditemukan pelanggaran, maka mekanisme hak jawab atau permintaan maaf adalah solusi yang sesuai hukum.
“Profesi wartawan dilindungi undang-undang. Jika ada yang merasa dirugikan, seharusnya tempuh jalur etik terlebih dahulu. Langsung menetapkan tersangka tanpa proses etik, menurut saya, itu bentuk kriminalisasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia membandingkan situasi ini dengan profesi advokat yang juga kerap dikriminalisasi meskipun dilindungi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Menurutnya, semua profesi yang diatur oleh undang-undang dan memiliki kode etik seharusnya dihormati hak dan prosedurnya.
“Ini alarm bagi kebebasan pers dan penegakan hukum yang berkeadilan. Jangan sampai hukum dijalankan dengan mengabaikan prinsip-prinsip yang seharusnya melindungi profesi,” pungkasnya. (Deva)